Tentang Nasib Bastian
Kini Rega sudah duduk manis di jok sebelah Hafidz, namun ia tidak banyak bicara, seperti bisa membaca bahwa ada sesuatu yang akan ia terima ketika sampai di kontrakan.
“Re, kenapa diem aja dah?” tanya Hafidz membuka obrolan.
“Lemes, belom makan.”
“Kirain.”
“Tapi feeling gue ngga enak juga sih, kenapa ya?” tanya Rega balik.
“Lu laper.”
“Iya emang, di kontrakan ada makanan?”
“Ada capcay sama ayam goreng tepung, tadi Nadir abis masak.”
“Sip, hebat banget emang kontrakan kita.”
“IHHH REGA PULAAAAANG” seru Maya saat melihat Rega turun dari mobil Hafidz. “Mana bebek sinjay?”
“Bebak bebek, gue aja belom makan.”
Maya cuma meringis sambil mengekor Rega masuk ke dalam kontrakan. Rega berjalan langsung menuju ruang tengah di mana anak-anak kontrakan biasa berkumpul.
“Apanih, kok bau minyak telon?” Rega mengendus-endus udara.
Jidan meringis bertatapan dengan Nadir, Bagas, Ale, dan Tasya bergantian, sementara Maya dan Hafidz dua-duanya menggigit jari.
“Tasya masuk angin, biasa bocah.” sambar Bagas.
Rega ber-ooh ria, yang lainnya menghela nafas lega. Good job, Bagas.
Suasana kembali mencair saat Nadir membawa masakannya ke ruang tengah dan mempersilakan teman-temannya makan. Rega dengan cekatan menyendok nasi, sayur dan lauk ke piringnya, lalu yang lain mengikuti. Bahasan saat makan tidak jauh dari tugas kuliah atau flashback masa-masa saat mereka SMA. Maya, Tasya dan anak kontrakan cerdas merupakan teman satu organisasi saat mereka SMA, maka itu hubungan mereka bisa dibilang cukup dekat.
“May, gece lah ceritain gosip dot bayi. Gue kepo besar loh ini?” ucap Rega setelah minum.
“Dotnya punya temen gue.” jawab Maya, yakin.
“HAH SIAPA? ANAK ILKOM JUGA MAY?”
“Bukan anak ilkom, tapi temen kita.”
“Temen SMA? Siapa anjir? Dia punya bayi apa emang dia yang ngedot?” seru Rega mencoba menebak-nebak dengan dibantu pancingan oleh Bagas dan Nadir.
Oe, oe, oe
Bastian menangis di situasi yang tepat, seperti menjawab pertanyaan Rega.
“Punya anak kontrakan?” tanya Rega sekali lagi memastikan. Hafidz mengangguk pelan seraya Nadir masuk sambil menggendong Bastian.
“Dir sini, gue pengen gendong.” kata Rega.
“G-gendong gue?!” seru Nadir ragu.
“Bayinya, pehul.” sahut Ale.
Nadir memindahkan Bastian ke dalam gendongan Rega. Mata Rega yang teduh benar-benar tidak lepas dari Bastian, tangannya juga bergerak mengelus rambut Bastian.
“Coba cerita, ini anak siapa? Udah berapa lama ni anak lahir tanpa gue tau?” Suara Rega menajam, wajar. Bagaimanapun ia adalah anak paling tua di rumah itu, ia memiliki tanggung jawab tidak langsung terhadap kelima temannya, bahkan Maya juga Tasya.
“Tarik nafas dulu, Re. Jangan emosi.” lirih Tasya.
“Yaudah cerita coba. Gue mau denger. Siapapun itu yang tau, cerita sama gue yang lengkap.”
Maya hendak membuka mulutnya, namun Hafidz menahannya.
“Re, kalem. Itu bukan anak siapa-siapa, bukan anak gue, Nadir, Bagas, Tasya, Maya, Ale apalagi Jidan. Sama sekali bukan, jadi better you stop your own speculation about married by accident thingy or else.” jawab Hafidz.
“Oke, lalu?”
Hafidz mulai menjelaskan kronologi bagaimana bayi itu bisa sampai ke kontrakan, lalu dilanjut dengan pengakuan Nadir dan Jidan yang saat itu ada di kontrakan, pengakuan Bagas dan Ale yang mengetahui hal tersebut pada sore harinya, pengakuan Maya tentang dot bayi yang ia temui di perpustakaan dan tentang surat yang diselipkan di keranjang bayi.
“Kita jaga bayi ini.” ucap Rega.
“Yakin?” Maya terlihat masih ragu.
“Iya, kalaupun nanti bayi ini memang korban penculikan seperti apa yang lo khawatirin, kita punya bukti-bukti yang mungkin bisa mulai kita kumpulin dari sekarang, misal surat ini atau rekaman cctv dari rumah-rumah lain yang bisa ngeliatin bahwa ini bayi beneran ditaruh tiba-tiba ke kontrakan kita.” jawab Rega lugas.
Ketujuh lainnya mengangguk setuju tanda bersyukur Rega tidak marah, bahkan tanggapannya sejalan dengan apa yang mereka rencanakan kemarin.
“Ini namanya siapa?” tanya Rega lagi.
“Bastian. Bukan Coboy Junior.” jawab Hafidz sebelum Rega menanyakan hal yang sama dengan Maya.
“Abas. Lo semua harus manggil dia Abas. Liat deh, mukanya lucu banget, matanya belo, pipinya merah.” perintah Rega. “Sumpah ini anak lucu banget, kenapa dibuang ya? PADAHAL LIAT DEHHH YAALLAH GEMES BANGET KAYAK BOLA”
“REGA JANGAN DICUBIT-CUBIT IH, LO BELOM CUCI TANGAN ABIS MEGANG AYAM!!!!”
“Hehe, maaf.”